Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

CIRENDEU : Daerah Rawa Yang Menjadi Kawasan Usaha dan Jasa

Kelurahan Cirendeu di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan (Tangsel) saat ini dikenal sebagai salah satu wilayah sibuk dikota pemekaran kabupaten tangerang ini. Salah satu batas provinsi DKI jakarta ini juga merupakan wilayah hidup, segala aktivitas masih dilakukan hingga larut malam.

Macet menjadi pemandangan biasa di salah satu kelurahan di Kecamatan Timur ini. Aktivitas masyarakatnya pun terbilang mobile. Dimulai dari pagi hari, hingga lewat tengah malam. Wilayah yang dipimpin Suharto Mardjuki ini, banyak ditemukan tempat usaha. Maklum, kota tangsel dikenal juga dengan kota perdagangan dan jasa.

Melihat sejarah kebelakang, ternyata Cirendeu memiliki makna.  Cirendeu memiliki dua suku kata, Ci dalam bahasa sunda berarti air. Sedangkan Rende memiliki makna dataran rendah. Konon asal mula Cirendeu awalnya merupakan sebuah dataran rendah terdiri dari rawa - rawa atau setu pada masa itu.

Kalau merujuk keterangan Suharto Mardjuki yang memiliki catatan sejarah orang tua zaman dulu, Cirendeu itu berdiri sejak 1912. Waktu itu, Cirendeu dipimpin seorang Kepala Desa bernama Rema, yang merupakan Kepala Desa Pertama.

Ketika itu, seluruh kegiatan administratif, harus menginduk ke Jatinegara yang berada pada wilayah Djayakarta atau Jakarta saat ini, dimasa kepemimpinan Belanda saat itu. Kondisi Cirendeu saat itu masih sepi dan banyak rawa - rawa. Rawa Cupang yang saat ini menjadi Baliviu terus ada Rawa Bulu yang sekarang jadi Kampung Gunung.

Sedangkan masyarakat yang mendiami Cirendeu kebanyakan berasa dari suku Betawi. Ini terlihat dari kultur dan budayanya yang lebih mencirikan kekhasan Betawi seperti ada palang pintu, ondel - ondel, beksi dan lain sebagainya.

Adapun kultur masakan lebih ke semur - semuran, seperti semur tahu, sayur besan. Sedangkan jenis kue - kuenya seperti; unti, lopis dan dodol.

Seiring kemerdekaan pada tahun 1945, secara otomatis per wilayah diserahkan kepada tangerang. Pada waktu itu pun masih memakai Keresidenan. Pada dasarnya keresidenan setaraf dengan provinsi. Hingga belakangan ini wilayah Cirendeu masuk dalam salah satu wilayah administrasi di Provinsi Banten.

Banyak perubahan terjadi pada 1970-an, atau saat penyerahan wilayah Cirendeu dari Djayakarta ke Jawa Barat. Mulai dari surat tanah yang sejak zaman Belanda dinamakan girik, menjadi surat tanah.

Seperti diketahui, Cirendeu merupakan wilayah pemekaran dari Kelurahan Pisangan. Luas tanah semula 750 Hektar persegi dengan adanya pemekaran pada tahun 1980, saat ini luasnya tinggal 320 hektar persegi dngan jumlah penduduk 32 ribu jiwa. Cirendeu juga mengalami urbanisasi pada masa tahun 1970 -an yang pada waktu itu secara berkala terus mengalami peningkatan, sehingga banyak sawah sebagai ladang cocok tanam dan mata pencaharian terus berangsur semakin hilang dan penduduk asli berganti posisi.

Sumber : Koran Tangsel Pos

Posting Komentar untuk "CIRENDEU : Daerah Rawa Yang Menjadi Kawasan Usaha dan Jasa"